Perlawanan Terhadap Persekutuan Dagang

KABARPANDEGLANG.COM – Kedatangan bangsa Belanda di tanah air dimulai Tahun 1596, Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, pertama kali mendarat di Banten. Tahun 1602 Belanda mendirikan kongsi dagang VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie ) di Batavia untuk memperkuat kedudukannya.

VOC mempunyai hak istimewa disebut Octroi. Gubernur Jendral VOC pertama Pieter Both. Pada tahun 1619, kedudukan VOC dipindahkan ke Batavia dan diperintah oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen kemudian digantikan J. P. Coen.

Masa VOC berkuasa di Indonesia disebut sebagai “zaman kompeni”. Dalam upaya mengembangkan usahanya, VOC memperoleh hak Octroi yang diterima dari pemerintah Kerajaan Belanda. Hak Octroi, secara umum menyatakan bahwa VOC diberikan hak monopoli dagang di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan serta beberapa kekuasaan seperti mencetak uang, memiliki tentara, mengangkat pegawai, menduduki kawasan aneh, membentuk pengadilan, bertindak atas nama Belanda (Oktroi), dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin, Kerajaan Makasar mencapai periode kejayaan. Cita-cita Sultan Hasanudin untuk menguasai jalur perdagangan Nusantara mendorong ekspansi kekuasaan ke kepulauan Nusa Tenggara. Atas keberanian Sultan Hasanudin, Belanda menjulukinya dengan sebutan “Ayam Jantan dari Timur”.
Sultan Hasanuddin yaitu raja Gowa di Sulawesi Selatan. Suatu ketika Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Talo (Arung Palaka) berselisih paham. Hal ini dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC menawarkan tunjangan, sehingga Talo menang saat perang dengan Gowa tahun 1666. Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya 18 November tahun 1667.
 Kedatangan bangsa Belanda di tanah air dimulai Tahun Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang
Perjanjian Bongaya baru terlaksana tahun 1669 sebab Sultan Hasanuddin masih melakukan perlawanan kembali. Akhirnya Makassar harus menyerahkan benteng kepada VOC. Sejak periode itu tidak ada lagi kekuatan besar yang mengancam kekuasaan VOC di Indonesia Timur.
Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi. Tinggal kerajaan-kerajaan kecil yang sulit melakukan perlawanan terhadap VOC. Perjanjian Bongaya yakni perjanjian antara Sultan Hasanuddin dengan VOC, yang isinya:
  • VOC menerima wilayah yang direbut oleh Sultan Hasanuddin selama perang Gowa dan Tallo.
  • Bima diserahkan kepada VOC.
  • Kegiatan pelayaran para pedagang Makassar dibatasi dibawah pengawasan VOC.
  • Penutupan Makassar sebagai bandar perdagangan bagi bangsa Barat, kecuali VOC.
  • Monopoli oleh VOC.
  • Alat tukar/mata uang yang digunakan di Makassar ialah mata uang Belanda.
  • Pembebasan cukai dan penyerahan 1.500 budak kepada VOC.
Perlawanan Sultan Hasanudin merupakan salah satu pola perlawanan rakyat Indonesia di Sulawesi Selatan terhadap komplotan dagang VOC. Masih banyak perlawanan di berbagai tempat dalam melawan komplotan dagang Eropa di Indonesia. Beberapa perlawanan terhadap VOC lainnya yakni sebagai berikut.
No. Perlawanan Rakyat Penyebab Jalannya Perlawanan Akhir Perlawanan
1. Perlawanan Sultan Baabullah
  1. Monopoli perdagangan rempah-rempah oleh Portugis
  2. Sultan Khairun meninggal oleh Portugis
Kematian Sultan Khairun yang tragis membuat rakyat Maluku Marah. Benteng – benteng Portugis di Ternate yakni Tolucco, Santo Lucia dan Santo Pedro bisa dikuasai. Tanggal 15 Juli 1575, bangsa Portugis pergi dengan memalukan dari Ternate. Mereka lalu pergi ke Malaka dan sebagian lagi ke Timor.
2. Perlawanan Mataram terhadap VOC
  1. Rakyat dibelit oleh aneka macam bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban bebuyutan.
  2. Pihak keraton Jogjakarta tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial.
  3. Kalangan keraton hidup mewah dan tidak mempedulikan penderitaan rakyat.
Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan perang gerilya. Jenderal M. de Kock untuk menjalankan taktik benteng stelsel, yaitu mendirikan benteng di setiap daerah yang dikuasainya. Pada tahun 1829 Kiai Mojo dan Sentoto Alibasya Prawirodirjo memisahkan diri. Lemahnya kedudukan Diponegoro tersebut menyebabkan dia menerima ajuan perundingan dengan Belanda di Magelang.
3. Perlawanan
Kerajaan Aceh
Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal kawasan-tempat itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Perang III (1881-1896), perang diteruskan dengan gerilya dan semangat perang fisabilillah. Pada saat ada penyerbuan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Perjuangan dilanjutkan Cut Nyak Dien Cut Nya Dien mampu ditangkap, kemudian diasingkan ke Sumedang. Sultan Muhammad Daud Syah menyerahkan diri kepada pihak Belanda di tahun 1903
Pada tahun 1799 terjadi insiden penting dalam sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia. VOC dinyatakan bangkrut hingga dibubarkan. Keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan mirip di Indonesia tidak dapat dilanjutkan lagi.
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Setelah dibubarkannya VOC Indonesia berada eksklusif di bawah pemerintah Hindia Belanda.

Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!!