Perumusan Uud 1945

KABARPANDEGLANG.COM – Konstitusi atau Undang-undang Dasar yaitu hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur ihwal pemegang kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan, dan banyak sekali forum negara serta hak-hak rakyat.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Konstitusionalisme yakni suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintah.

Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. UUD merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi ajaran dan norma aturan yang dijadikan sumber aturan bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari sehabis Proklamasi. Keputusan sidang PPKI yakni sebagai berikut.

  • Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
  • Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.

Pembahasan mengenai Undang-Undang Dasar dilakukan BPUPKI pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Badan Penyelidik Usaha-perjuangan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbii Chōsakai) yakni sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 1 Maret 1945.

Baca Juga :  Garis Waktu Perkembangan Ekonomi Indonesia

BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso. Dalam sidang pertama dibahas wacana dasar negara sedangkan pembahasan rancangan UUD dilakukan pada sidang yang kedua.

undang Dasar adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara Perumusan UUD 1945

Pada sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, ada penambahan anggota gres, ialah Abdul Fatah Hasan, Asikin Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil telah menerima usulan-anjuran tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan kelompok, yakni:

  1. Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya,
  2. Usulan mengenai dasar negara,
  3. Usulan ihwal unifikasi atau federasi,
  4. Usulan ihwal bentuk negara dan kepala negara,
  5. Usulan wacana warga negara, anjuran perihal tempat,
  6. Usulan perihal agama dan negara,
  7. Usulan ihwal pembelaan negara, dan
  8. Usulan ihwal keuangan.

Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius. Suasana religius tampak pada setiap kegiatan yang diawali dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Permufakatan tampak pada banyaknya ajuan yang ditampung dan disepakati. Toleransi tampak pada setiap tokoh yang saling menghargai masing-masing pendapat. Tanggungjawab tampak pada perilaku mereka terhadap hasil keputusan yang dihasilkan.

Baca Juga :  Menyanyikan Lagu Tentang Air

Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat faktual dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas problem wilayah negara. Semangat nasionalisme antara lain tampak pada “Indonesia” dibentuk oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi tempat Malaya dan Polinesia. Kaprikornus, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam tempat Indonesia.

Semangat patriotisme tampak dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita mampu atau tidak mampu, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak.

Dalam membahas duduk perkara wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka yaitu Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan anutan 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yakni:

  • Panitia Perancang UUD, dengan ketua Ir. Soekarno.
  • Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
  • Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Baca Juga :  Meneladani Nilai-Nilai Perjuangan Rasulullah Saw. Di Madinah

Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD melanjutkan sidang yang antara lain menghasilkan komitmen:

  • Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
  • Bentuk “Unitarisme”.
  • Kepala Negara di tangan satu orang, adalah Presiden.
  • Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo

Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan ihwal Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan acara “Pembicaraan perihal pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”.

Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno menunjukkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang UUD, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Naskah UUD risikonya diterima dengan suara bundar pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.

Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!!