Media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Youtube, WhatsApps, Instagram dengan fitur-fitur like,share-feed, tweet-retweet, upload-download, path-repath, selfie-regram, post-repost telah menjadi kosa kata modern yang akrab dengan keseharian masyarakat Indonesia hampir satu dekade terakhir.
Hal ini membuktikan bahwa perkembangan dunia memang sangatlah pesat. Sekalipun banyak orang bilang internet adalah dunia tanpa batas, namun seperti halnya interaksi dalam dunia nyata, saat bersinggungan dengan orang lain maka sudah pasti ada aturan formal ataupun etika yang harus dipatuhi.
Media sosial juga akan menjadi langkah menjerumuskan kita dalam beramal, jika kita tidak pandai menahan hawa nafsu dalam menggunakannya.
Nggak Usah Repot-Repot Update Ke Media Sosial, Catetan Malaikat Kagak Bakal Lolos Meski Situ Kagak Ngepost
Banyak diantara kita yang lupa bahwa riya’ itu adalah melakukan sesuatu yang baik untuk mendapat pujian dari orang lain, bukan karena Allah. Dan sadar tidak hal-hal yang memang sudah biasa ternyata mengecoh tingkah laku kita untuk melakukan riya’.
Semisal, pada dunia online umumnya praktek riya’ berjema’ah lagi trend. Apa-apa semuanya serba di upload. Dari mau mengerjakan sesuatu yang bersifat keagamaan seperti bersadaqah, shalat malam, membantu teman, semuanya pada jadi kebiasaan yang tanpa sadar mengurangi pahala kita.
Gengsi kalau nggak ikut-ikutan bergaya seperti itu, nggak update dengan sesuatu yang kecil. Haduhhh….yok opo rek, media sosial itu bukan untuk ajang pamer, tapi untuk menginformasikan sesuatu yang penting. Nggak usah repot-repot update ke media sosial kalau kita niat melakukan sesuatu karena Allah, karena catetan malaikat itu kagak bakal lolos meski situ kagak ngepost.
Gara-Gara Sibuk Update Status Bergaya Riya’ Lupa Akan Kewajiban Yang Sebenarnya
Berniat hanya untuk mengingatkan teman dengan update status “Udah Waktunya Shalat, Kita Shalat Bareng-Bareng Yach….”. Alhasil membuat teman-teman pada berkomentar banyak tentang status yang baru kita buat. Percakapan semakin asyik hingga pada akhirnya waktu shalat yang tadinya masih panjang berubah menjadi sangat cepat. Sebab canda tawa yang diatur oleh syetan mampu membuat kita lengah, sampai pada akhirnya waktu shalat terlewati gara-gara heboh dengan ngebales komentar orang-orang disosial media.
Sok Menyesal Dengan Menyalahkan Media Sosial
Manusia kan memang seperti itu, menyesalnya hanya sesaat. Merasa tidak enaknya hanya dibibir saja, bukan dari hati. Tapi tetap saja melakukan hal yang sama untuk waktu selanjutnya. Menyalahkan media sosial, padahal media hanya alat yang tak berguna apa-apa untuk kehidupan kita, jika kita tak mampu menggunakannya dengan akal yang sehat.
Banyak Bercerita Di Media Sosial Menjadikan Kita Manusia Yang Suka Mengeluh
Hindari berlebihan bercerita di media sosial, sebab secara tidak sengaja kadang kita mengeluh dengan keadaan yang kita rasakan saat ini. Jika dalam keseharian kita mengenal ungkapan “mulutmu adalah harimaumu, atau jika diterapkan dalam dunia media sosial, “statusmu adalah harimaumu”, maka Islam telah memperingatkan tentang pertanggung jawaban atas segala hal, “Tidak ada satu kata yang diucapkannya, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat” Al-qur’an Surah Qaaf ayat 18.
Tak Sengaja Mencampuri Kehidupan Orang Lain, Hingga Menfitnah Dan Memfonis
Awalnya hanya sebuah komenan biasa untuk meramaikan suasana, tapi setelah menjadi rame suasana akan seru jika ada salah satu yang berkomentar dengan bahasa nyeleneh. Merasa tersinggung dengan kalimat komentar tadi, hingga pada akhirnya terbawa emosi dan memfonis sembarangan tanpa sebab yang nyata. Tak sadar bahwa semua yang dikatakannya sudah beranjak tempat menjadi fitnah.