Alangkah Menyedihkan Hidup Semacam Ini
Walau sudah begitu banyak contoh contoh nyata tentang efek buruk dari begitu banyak orang yang seakan akan tidak bisa lagi hidup tanpa alat komunikasi yang bernama Ponsel atau Smartphone, tapi tampaknya tidak mampu menyadarkan begitu banyak orang yang semakin lama semakin dalam terjerumus di bawah pengaruh mabuk chatting. Bahkan sudah tidak terhitung lagi, curhat yang masuk via WA, memohon bantuan untuk menyadarkan pasangan hidupnya, yang sudah terlanjur terbius oleh alat komunikasi canggih ini.
Tapi betapapun dekatnya hubungan dengan keluarga seseorang, mana mungkin kita ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka?
Hidup satu atap, bahkan tidur satu kasur, tapi coba bayangkan, ketika pasangan sudah tidur pulas, yang lainnya sibuk berchatting ria dengan wanita atau pria lain hingga larut malam.
Hindari Bawa Ponsel ke Tempat Tidur
Cara efektif untuk mencegah, jangan sampai terjadi dalam keluarga kita, maka alangkah eloknya, sejak sedini mungkin, suami-istri menahan diri untuk tidak membawa ponsel ke tempat tidur. Karena sesungguhnya, kamar tidur bagi suami istri adalah ruang yang sakral yang khusus bagi suami dan istri. Hal inilah yang kami terapkan sejak awal. Aturan yang tidak tertulis, tapi kami sepakati berdua, bahwa begitu masuk ke kamar tidur, kedua ponsel diletakan di atas meja atau dicharging.
Dan aturan ini, walaupun kami berdua sudah sama sama menginjak usia ke 77, tetap kami taati. Karena begitu aturan menjadi longgar dan salah seorang dari kami mulai berbaring di tempat tidur dan sibuk dengan ponsel, apapun yang dikerjakan, maka dalam waktu singkat, pertahanan kami akan jebol dan akibatnya, hanya tubuh yang tidur satu kasur, tapi pikiran dan hati berada di tempat jauh. Walaupun mungkin, hanya menjawab pesan pesan WAG, hal ini tidak boleh ditoleransi.
Sebelum Tidur, Kami Berdoa Bersama
Sebelum tidur, kami membiasakan diri untuk beberapa saat saling mengingatkan kalau ada kekeliruan yang telah dilakukan sepanjang hari. Kalau saya yang salah, maka saya minta maaf, begitu juga sebaliknya. Setelah saling memaafkan, maka kami mulai berdoa bersama sambil berpegangan tangan. Bersyukur untuk semua karunia hidup yang telah dan akan kami terima. Mohon perlindungan untuk anak-anak kami dan seluruh anggota keluarga dan tentu tidak lupa untuk cucu-cucu kami. Terkadang saya sudah sangat mengantuk, tapi istri saya tetap mengingatkan agar kami berdua bersama sebelum tidur. Usai doa bersama, lampu kami padamkan dan yang tetap menyala hanya lampu tidur 5 watt. Dan kami terlelap dalam damai.
Esok subuh, biasanya sekitar jam 04.30 pagi kami bangun dan mengucap syukur beberapa saat, sebelum melanjutkan aktivitas lainnya. Ritual hidup yang sangat sederhana, tapi kami senang hidup dalam kesederhanaan.