KABARPANDEGLANG.COM – Menjadi Kuat itu Hebat, Menjadi Lemah juga Hebat, Semakin berkembangnya kalimat Emansipasi Wanita terkadang membuat para perempuan melupakan akan kodratnya sebagai perempuan seutuhnya. Banyak diantara perempuan-perempuan (re: sudah menikah) yang ada memilih menjadi wanita karier dibanding dengan mengurus rumah. Katanya Sekarang ini sudah zamannya emansipasi. Emansipasi memiliki arti persamaan hak dari berbagai aspek yang berada pada kehiduan masyarakat di mana, adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki baik dalam pekerjaan maupun yang lainnya.
Tingginya gaya hidup dan banyaknya tuntutan terkadang membuat para perempuan memilih bekerja untuk mencari uang tambahan untuk memenuhi kehidupan pribadinya dengan alasan Uang yang diberi suaminya tidak tercukupi. Adanya ketidakseimbangan dalam berbagi peran antara menjadi ibu dan pekerja membuat seorang perempuan terkadang menyampingkan urusan keluarga dan lebih memprioritaskan pekerjaannya. Hal ini menyebabkan adanya kurang terurusnya keluarga, terlebih penting anak. Anak yang menjadi korban utama dengan adanya ibu bekerja, karena pada dasarnya Ibu adalah pemeran utama dalam keluarga dan ibu sebagai pendidik pertama untuk anaknya.
Terdapatnya konflik dan perdebatan antara kedudukan dan hak-hak kaum perempuan baik interaksi secara langsung antara laki-laki dan perempuan maupun secara sosial seperti pekerjaan dan tanggung jawab. Perempuan (Pe-re-m-pu-an) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah yang menpunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Secara istilah perempuan dapat diartikan dengan makhluk yang lemah lembut dan penuh kasih sayang karena ia memiliki perasaan yang halus .
Perempuan berasal dari kata empu yang berarti sebagai Tuan. Maksud Tuan disini adalah sebagai raja atau yang menguasai dan memiliki secara penuh atas hak dirinya sendiri. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, arti kata perempuan saat ini bukan sebagai Tuan lagi melainkan sebagai keistrian dan penunggu rumah. Maksud kalimat diatas adalah, semakin sempit langkah yang dimiliki perempuan yaitu hanya diartikan sebagai istri dan penunggu rumah saja. Keistrian disini yang dimaksud adalah tugas perempuan hanya melayani laki-laki yang dinikahinya atau biasa disebut sebagai suami.
Sedangkan penunggu rumah memiliki maksa sebagai kodrat perempuan hanyalah dirumah dan melakukan semua pekerjaan rumah. Memang, sudah semestinya kewajiban perempuan adalah menjadi istri dan penunggu rumah yang baik. Tapi hak yang dimiliki perempuan juga tetap harus dikerjakan. Banyak hak-hak yang harus diperoleh oleh kaum hawa diantaranya adalah memperoleh kebebasan dan menjunjung pendidikan setinggi-tingginya.
Memperoleh kebebasan artinya, di mana setiap perempuan bebas mengeluarkan pendapatnya yang menurutnya itu kurang pantas atau lain sebagainya tanpa adanya hal-hal yang dapat melarangnya. Namun, untuk penulisan ini akan berfokus terhadap hak perempuan yang harus menjunjung pendidikan setinggi-tingginya.
“Sebenarnya apasih hubungan perempuan dengan pendidikan ? Toh, percuma sekolah tinggi-tinggi juga nanti ujung-ujungnya ya di dapur dengan kegiatan sehari-hari hanya mengurus anak dan suami”. Pasti, kalimat diatas udah gak asing lagi. Begini, sebelumnya saya akan jelaskan pengertian pendidikan. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dengan kata lain pendidikan dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah sikap atau karakter seseorang, di mana proses yang dilakukan ini memiliki waktu yang tidak sedikit. Pendidikan dan perempuan memiliki hubungan yang erat, di mana perempuan merupakan makhluk yang lembut dan kasih sayang yang mana akan sanggup merubah atau membentuk karakter seseorang.
Dalam pribahasa dalam bahasa arab menyatakan Al ummu madrosatul ula, iza adadtaha adadta syaban thayyibal araq artinya adalah ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik. Itulah sebabnya mengapa hubungan antara perempuan dan pendidikan itu sangat erat. Setinggi-tingginya pendidikan yang kau capai, maka semakin baik pula kau mempersiapkan generasi terbaik.
Siti Walidah Ahmad Dahlan atau lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan ini lahir di Kauman, Yogyakarta pada 3 Januari 1872. Nyai Ahmad Dahlan merupakan tokoh emansipasi kaum hawa dan juga merupakan pahlawan Nasional Indonesia. Ayah Nyai Ahmad Dahlan bernama Kyai Haji Muhammad Fadli yang merupakan seorang ulama dan anggota kesultanan Yogyakarta. Nyai Ahmad Dahlan menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah (Re : Organisasi Islam).
Pasangan suami istri ini mendirikan organisasi yang bernama Sopo Tresno dari Aisyiyah pada tahun 1914 yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia Sopo Tresno artinya siapa cinta. Latar belakang didirikannya organisasi ini adalah pada saat ini kurang bersihnya akidah umat dikarenakan masih kentalnya budaya animisme dan kepercayaan agama Hindu dan Budha. Hal tersebut menyebabkan Isam yang sulit berkembang. Hal ini ditandai dengan banyak pesantren (re: tempat belajar mengaji) serta sekolah-sekolah dibatasi, hanya anak-anak Belanda dan Konglomerat saja yang bisa mengenyam pendidikan.
Adanya penurunan kualitas sumber daya manusia yang ada, menggerakan hati Nyai Dahlan dan suaminya untu mendirikan suatu organisasi. Nyai Dahlan juga mengupayakan bagi kaum wanita untuk mengikuti pengajian, yang disebut kelompok sopo tresno. Di mana anggotanya terdiri dari ibu-ibu rumah tangga dan wanita yang bekerja sebagai buruh. Tujuannya adalah, perempuan juga harus hebat untuk mencetak generasi-generasi yang hebat pula. Perempuan harus bisa memimpin dan melakukan gerakan-gerakan perubahan. Nyai Dahlan dikenal dengan sosok yang lemah lembut, penuh kasih sayang, ikhlas dan penuh kehangatan cinta tidak hanya dengan para anggotanya tetapi juga dengan suami dan anak-anaknya.
Begitulah sosok perempuan yang hebat, tidak hanya bisa mengsukseskan organisasinya, tetapi juga keluarganya. Karena menurut saya, melakukan perubahan secara eksternal itu perlu, akan tetapi lebih penting jika kamu melakukan perubahan terebih dahulu dalam dunia internal. Bahwasannya, segala sesuatu yang hebat itu dibentuk dari yang kecil. Bagi perempuan, dapat dikatakan sukses jika bisa mendidik anak-anak dan suaminya, dapur menjadi tempat bekerja paling indah yang pernah ditempatinya dan rumah sebagai sarana untuk mengajari anak-anaknya.
Menjadi hebat dan kuat itu tidak perlu punya otot. Terlihat lemah bukan berati tak berdaya. Terlihat kuat bukan berati dia dapat berkuasa. Kuat dan lemah merupakan dua kata yang sering dijadikan pasangan, akan tetapi memilika makna yang akronim. Kuat berati seseorang yang tidak bisa dikalahkan dan besar tenaganya. Sedangkan lemah berati seseorang yang selalu kalah dan tak memiliki tenaga. Entah, mengapa perempuan sering dikatakan makluk lemah secara fisik pada dasarnay merupakan mahkluk kuat secara batin. Pemerataan hak antara perempuan dan laki-laki memang sudah semestinya dilakukan. Di mana wanita dapat mengerjakan pekerjaan yang dilakukan laki-laki. Perempuan yang selalu menjadi makhluk terlemah, terkadang bisa menjadi makhluk terkuat dibandingkan laki-laki yang kuat.
Gambaran terdekat perempuan terkuat adalah ibu. Ibu, merupakan makluk multifungsi yang tanpa pamrih mengerjakan seluruh pekerjaanya tanpa imbalan dan yang rela bangun lebih dulu dan lelap paling terakhir. Ibu juga bisa menjadi makhluk terlemah, di mana disaat ibu memberikan cinta dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut. Sejatinya, kuat dan lemah memiliki proporsinya masing-masing dan ketahuilah, Tuhan itu adil. Tak mungkin kau selalu menjadi kuat dan tak mungkin pula kau selamanya menjadi lemah. Ingat, menjadi kuat itu hebat dan menjadi lemah juga hebat akan tetapi seseorang yang dapat menempatkan kuat dan lemah sesuai porsinya itu jauh lebih hebat. Dan yang paling penting, kau harus ingat. Jadilah perempuan kuat yang hebat dengan lemah dan lembut. /Ulya Muhammad (Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten)
DAFTAR PUSTAKA
- El-Saadawi, Nawal. 2002. Perempuan di Titik Nol. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
- Suratmin. 1990. Nyai Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional, Amal dan Perjuangannya. University of California: Pimpinan Pusar Aisyiyah, Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi, 1990.
- Shafiyyah, Amatullah. Seorang Ibu Sebuah Dunia Berjuta Cinta. Gema Insani Press.