Pada akhirnya tugas yang diberikan kepada siswa selama 14 hari belajar di rumah menumpuk. Sehingga siswa kewalahan mengerjakan tugas.
“Karena semua guru bidang studi memberikan tugas yang butuh dikerjakan lebih dari 1 jam. Akibatnya, tugas makin menumpuk-numpuk, anak-anak jadi kelelahan,” ujarnya.
Padahal, kata Retno, seharusnya guru memberikan aktivitas yang merangsang otak siswa agar rutin belajar. Sehingga ketika kembali masuk ke sekolah, siswa tidak tertinggal dan tetap semangat.
“Jadi ritmenya bisa diatur bukan malah membuat anak tertekan, perasaaan tertekan dan kelelahan justru dapat berdampak pada penurunan imun pada tubuh anak,” pungkasnya.
Lebih lanjut Retno menduga hal ini terjadi karena Dinas Pendidikan setempat tidak memberikan edukasi yang maksimal terkait sistem belajar di rumah sebelum memutuskan merumahkan siswa.
Dengan persiapan yang baik, maka teknis belajar di rumah tidak hanya pemberian tugas. Misal, katanya, guru seharusnya tidak memberikan tugas berbarengan sehingga tugas tidak menumpuk.
Tugas yang diberikan juga tidak harus terpaku pada bentuk soal. Tapi bisa dengan menyuruh siswa membaca buku cerita, dan melaporkan kembali hasil bacaannya.
Untuk itu, KPAI mendorong agar Dinas Pendidikan setempat dan kepala sekolah mengevaluasi kembali metode belajar di rumah. Sehingga tidak menimbulkan beban untuk siswa.
Metode belajar juga diharapkan bisa mengikutsertakan interaksi antara guru dan siswa, meskipun secara virtual. Sehingga guru bisa membimbing siswa selama belajar dari jarak jauh.
Dan bagi pemerintah daerah yang belum menginstruksikan guru dan tenaga kependidikan bekerja dari rumah, KPAI mendorong pemerintah setempat segera mengeluarkan surat edaran tersebut.
Beberapa daerah mulai merumahkan siswanya mulai Senin (16/3) lalu. Menyusul instruksi tersebut, Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat juga meminta guru dan tenaga kependidikan bekerja dari rumah.
Namun sejumlah guru menganggap kebijakan ini berdampak pada efektifitas belajar siswa. Khususnya untuk sekolah yang tidak memiliki fasilitas komunikasi yang mumpuni.
Akhirnya guru terpaksa melakukan kegiatan belajar dengan memberikan tugas, karena tidak bisa berinteraksi dengan siswa yang tak punya fasilitas komunikasi.
Demikianlah pokok bahasan Artikel ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami Artikel ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari Artikel ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar Artikel ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang
Sumber : Berbagai Sumber Media Online (cnnindonesia)