Laki-laki harus tahu bahwa tugas terbesarnya dalam menunaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami adalah harus mampu menjadi pemimpin terhebat istrinya, dan bagaimana seorang pemimpin yang hebat itu? Yaitu ia yang sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan.
Ia yang benar-benar sadar bahwa tugasnya adalah mengarahkan, mengajari, mengayomi, dan menuntun kepada jalan lebih baik. Bukan ia yang hanya gemar menuntut saat kekurangan istrinya tampak didepan mata, tetapi ia yang selalu sigap menyempurnakannya dengan kelebihan yang ia miliki.
Maka dari itu, berhentilah wahai para suami dalam menuntut istrimu, sebab tugasmu adalah menuntunnya. Jika ia bersalah, maka beritahukan dan arahkanlah ia kepada yang menurutmu baik dan benar.
Sebab suami hebat itu adalah ia yang tak hanya pandai menegur dan mengeluh, tetapi ia yang pandai menyadari bahwa istrinya bukan makhluq sempurna, sehingga dari keasadaran tadi timbul rasa untuk memperbaiki, mengajari, mengarahkan, dan mengayomi.
Suami Hebat Itu Bukan Ia Yang Senantiasa Menuntut Saat Melihat Kekurangan Istri, Tetapi Yang Sanantiasa Menyempurnakan Kekurangan Istri Dengan Tanggung Jawabnya
Karena suami hebat itu bukan ia yang senantiasa menuntut saat melihat kekurangan istrinya, tetapi ia yang senantiasa menyempurnakan kekurangan istrinya dengan penuh tanggung jawab.
Sebab, ia menyadari bahwa menikahinya adalah memang untuk menyempurnakannya melalui kelebihan yang dimilikinya.
Bukan Ia Yang Senantiasa Mengeluh Saat Melihat Kesalahan Istrinya, Tetapi Ia Yang Selalu Sigap Memberi Arahan Secara Bijaksana
Dan bukan ia yang senantiasa mengeluh saat melihat kesalahan istrinya, tetapi ia yang selalu sigap memberi arahan secara bjaksana, sehingga istrinyapun tidak berada dalam kesalahan yang sama terus menerus.
Dan akhirnya dari sifatnya yang demikian sang istripun akan selalu berhati-hati dalam menunaikan tanggung jawabnya.
Bukan Ia Yang Hanya Kesal Saat Istrinya Lupa Akan Kehormatannya, Tetapi Ia Yang Dengan Kesadaran Diri Memperingatinya Dengan Penuh Kasih Sayang Allah
Bukan ia yang hanya kesal saat istrinya lupa akan kehormatannya, tetapi ia yang dengan kesadaran diri memperingatinya dengan penuh kasih sayang Allah.
Bagaimana kasih sayang Allah? Yaitu yang cara berkasih sayangnya selalu menggunakan sikap dan perilaku yang mendamaikan, tidak membentak dan tidak pula memukul.
Bukan Ia Yang Hanya Marah Saat Istrinya Lupa Akan Tanggung Jawabnya, Tetapi Ia Yang Mampu Menegurnya Dengan Penuh Kelembuatan Akhlaq
Bukan ia yang hanya marah saat istrinya lupa akan tanggung jawabnya, tetapi ia yang mampu menegurnya dengan penuh kelembutan akhlaq.
Sehingga istripun tidak butuh waktu lama untuk memahami tanggung jawabnya secara baik dan benar, sebab lelaki terhebatnya sudah sangat begitu bijaksana dalam menuntunnya.
Bukan Ia Yang Hanya Geram Saat Istrinya Mulai Lalai Akan Kewajibannya, Tetapi Ia Yang Selalu Menjadi Pengingat Terhebat Dengan Cinta Yang Dimiliki
Bukan pula ia yang hanya geram saat istrinya mulai lalai akan kewajibannya, tetapi ia yang selalu menjadi pengingat terhebat dengan cinta yang dimiliki. Sebab, apabila sudah cinta dan cintanya selalu mengarah pada cinta Allah, maka tentu untuk bersikap yang seadanya takkan mungkin ia lakukan.
Karena dengan cinta yang mengarah pada Allah tersebutah ia akan senantiasa ingat, bahwa tugasnya sebagai seorang suami saat sang istri melakukan kesalahan bukan hanya untuk memberitahukan semata.
Tetapi lebih kepada menuntun dan mengarahkan dengan sabar, hingga akhirnya sang istri tahu bahwa cinta suaminya amatlah besar untuknya.