Mencintai Anak dan Istri adalah Ibadah, Mencukupi Kebutuhannya adalah Sedekah

Mencintai Anak dan Istri adalah Ibadah, Mencukupi Kebutuhannya adalah Sedekah
Kehadiran seorang istri bagi seorang laki-laki yang baru menikah tentulah menjadi anugerah yang terindah.

 Bukankah Adam merasa kesepian sebelum hadirnya Hawa ditengah kenikmatan surga yang dirasa.

 Demikian pun dengan kehadiran anak bagi pasangan yang telah menikah, juga menjadi harapan.

Mencintai Anak dan Istri adalah Ibadah, Mencukupi Kebutuhannya adalah Sedekah
Harapan tentang berlanjutnya siklus kehidupan dengan mewujudnya keturunan. Harapan tentang masa depan anak yang cemerlang.

 Harapan tentang misi peradaban. Semua menjadi satu dalam kehidupan yang dijalani, kehidupan berumah tangga.

Sahabat sepercikhikmah mencintai meraka adalah ibadah. Mencukupkan keperluan mereka adalah sedekah. Amanah yang musti dijaga, selalu sepanjang masa.

 Karena yang saat ini sedang bersama, bisa menjadi tiada. Semuanya akan pergi, pada saatnya.

Cobalah lihat pasangan kita dalam lelapnya. 

Cobalah sesekali meratapi gurat wajah penuh kepolosan anak kita dalam nyenyaknya. Pada mereka ada peluang ibadah yang terbuka lebar. Ibadah diatas ibadah.

Sahabat dakwah, teringat akan pesan mulia dari lisan sebaik manusia, “Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-istri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim).

Terenyuh, bila kita menjadikan Rasul sebagai tauladan, “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi).

Istrimu yang tetap setia menemani hari-harimu. Anak-anak dengan semua kepolosan mereka. Lanjutkan dengan muhasabah diri.

 Sudahkah diri ini menjadi imam terbaik untuk mereka? Bagaimana pertanggungjawabanku kelak di mahkamah-Nya? Adakah kami akan bersama di kehidupan berikutnya, di surga-Nya?

Tidakkah muncul rasa risau ketika tahu bahwa nanti suami bisa menjadi musuh bagi istri. Istri menjadi musuh bagi suami. Orangtua menjadi musuh bagi anak-anaknya?

Maka berdoalah dengan doa yang dituntukan,

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk hati, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74).


Meng-azamkan dalam hati, menjadi pribadi terbaik dari hari ke hari. Bertakwa, dekat dengan Sang Pencipta. Harapnya, ketakwaan itu pun menular kepada mereka, orang-orang terkasih.


Tidakkah janji ini menjadi menarik, “Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka.

 Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Al-Thur: 21)

Dikutip dari Ummi-online, maka cukuplah menjadi pengingat, pesan Fauzhil Adhim dalam goresannya, supaya bersama tidak hanya didunia, tapi juga bersama ke surga-Nya, “cintailah anakmu untuk selamanya! Bukan hanya untuk hidupnya di dunia.

 Cintai mereka sepenuh hati untuk suatu masa ketika tak ada sedikitpun pertolongan yang dapat kita harap kecuali pertolongan Allah Ta’ala.

 Cintai mereka dengan penuh pengharapan agar tak sekedar bersama saat dunia, lebih dari itu dapat berkumpul bersama di surga.

 Cintai mereka seraya berusaha mengantarkan mereka meraih kejayaan, bukan hanya untuk karirnya di dunia yang sesaat. Lebih dari itu untuk kejayaannya di masa yang jauh lebih panjang, masa yang tak bertepi.”

Semoga lelaki yang sudah menjadi suami kelak bisa menjadi imam yang baik untuk anak-anak dan istri kita. Aamiin.

Semoga bermanfaat.

sumber;islam.com

Baca Juga :  Sepatu Compass: Hampir Meredup, Kini Selalu Habis Diburu