Mengenal Pavel Durov, CEO Telegram Yang Dijuluki Mark Zuckerberg dari Rusia

Mengenal Pavel Durov, CEO Telegram Yang Dijuluki Mark Zuckerberg dari Rusia

Mengenal Pavel Durov, CEO Telegram Yang Dijuluki Mark Zuckerberg dari Rusia – Pada tahun 2017 yang lalu masyarakat Indonesia dihebohkan tentang pemblokiran aplikasi Telegram oleh Kementerian Kominfo, publik dibuat penasaran dengan siapa pendiri aplikasi instan Telegram. Diasingkan dari negara asalnya, Rusia hingga dijuluki Mark Zuckerberg dari Rusia mewarnai perjalanan Pavel Durov di dunia teknologi.

Pavel Durov membangun Telegram bersama saudaranya Nikolai Durov pada tahun 2013. Awalnya Telegram dibentuk sebagai aplikasi yang mengutamakan privasi. Percakapan yang tidak mungkin bisa disadap. Kecintaan Pavel Durov terhadap teknologi terlihat sejak ia duduk di bangku kuliah. Ia merilisi aplikasi perpustakaan online dan mengembangkan layanan  forum universitas. Bakatnya semakin berkembang saat ia mendirikan layanan sosial media mahasiswa bernama Vkontakte yang terinspirasi oleh Facebook.

Ganteng dan Rupawan, Ini Sosok Bos Telegram yang Bikin Meleleh - Tekno  Liputan6.com

Pada tahun 2007, Vkontakte memiliki 100.000 pengguna dari kalangan umum, keuntungannya pun mencapai sekitar 39 triliun rupiah. Pada tahun 2014 kejayaan Vkontakte berkahir karena pemerintah Rusia menekan Pavel untuk memberikan data lawan politiknya, namun Pavel Durov memilih untuk mengundurkan diri dari Vkontakte dan pergi dari Rusia.

Kecerdasan dan kepopuleran Pavel Durov membuatnya dijuluki sebagai Mark Zuckerberg dari Rusia. Pavel mendirikan Telegram bukan demi uang. Ia membiayai pengembangan aplikasi tersebut dari uangnya sendiri. Bahkan dalam salah satu wawancaranya bersama Techcrunch pada tahun 2013, ia mengatakan bahwa, “Berapa pun banyaknya aplikasi jejaring sosial, mereka semua jelek.” Bagi Pavel Durov, privasi adalah hal penting.

Baca Juga :  Tanpa Mencari Atau Dicari, Jika Memang Sudah Waktunya Pasti Akan Dipertemukan, Asal Tetap Menjaga Diri

“Our right for private communication and privacy is more important than the marginal threats that some plotiticians would like to make us afraid of.”