KABARPANDEGLANG.COM – Kyai merupakan ahli ilmu yang namanya taka sing lagi di kalangan para santri (penuntut ilmu), merupakan orang yang menurut santri harus dihormati dan dipatuhi. Karena kyai adalah wasilah para santri mendapatkan pelajaran mengaji, mengenal agama, dan mengetahui jati diri serta mengajarkan bagaimana hakikat menjadi seorang hamba yang taat kepada sang khalik.
Apa yang diharapkan santri dari seorang kyai ?, para santri berkhidmat kepada kyai untuk mewujudkan keberkahan dalam hidup, bukan hanya sekedar mendapatkan ilmu, namun juga mengarah pada kemanfaatan ilmu tersebut. Karena jika hidup sudah barokah, hal apapun akan terasa mudah.
Namun dewasa ini yang dibutuhkan dan dicari oleh para remaja muslim/ah bukan lagi sosok kyai (guru), mereka sudah merasa tercukupi dengan adanya teknologi, dengan pesatnya teknologi manusia bisa dengan mudah menggali informasi tanpa harus bersusah payah berguru pada kyai, smua ilmu baik umum maupun agama bisa dengan sangat mudah untuk diakses dan dicari, tanpa mengeluarkan banyak uang untuk membeli kitab ataupun belajar di pondok-pondok pesantren yang dipenuhi berbagai aturan.
Mereka tidak memahami sesungguhnya keberkahan ada dari usaha menuntut ilmu, bagaimana mereka berkhidmat, dan berapa banyak yang mereka korbankan baik fisik, mental serta tak jarang berkorban uang untuk mengambil sanad sebagai ungkapan rasa syukur serta ucapan terima kasih atas ilmu yang didapatkan.
Fenomena ngaji instan melalui sosial media seperti inilah yang berbahaya, sebab ketika dia salahpun tidak ada yang mengingatkannya, tidak bersanad dan belum jelas ilmu tersebut bersumber dari mana. Hanya dengan bekal membaca postingan-postingan dakwah kemudian membagikannya ke grup-grup hijrah, dengan mudahnya julukan ustadz diperolehnya dan seakan gerak serta perkataannya dijadikan pedoman yang membuat nya cenderung merasa paling benar, padahal kebanyakan dari mereka ketika dites untuk membaca al-Qur’an saja masih terbata-bata.
“Anak muda, apalah ilmu kita dibanding mereka guru-guru kita. Apalagi jika modal kita hanya media sosial, follow akun-akun hijrah yang membuat video temple sana temple sini. Memang tidak salah dakwah bebas dengan media apapun. Tapi bukan berarti dari konten-konten tersebut bisa dikatakan cukup bagi kita untuk bisa sok tau, tidak hormat, mencaci maki dan merasa paling benar. Guru-guru kita belajar dari kyai ke kyai, tidak seperti kita yang hanya dari akun ke akun”. Ujar Wirda Salamah Ulya putri Ustadz Yusuf Mansur.
Padahal, ulama-ulama terdahulu sudah mengajarkan bagaimana cara menghormati ilmu dan menghormati para ahli ilmu. Umar bin Khattab contohnya, beliau sampai-sampai rela membayar berapapun kepada orang yang mengajarinya ilmu walaupun hanya satu huruf dan beliau pun mengumpamakan dirinya seperti hamba bagi gurunya, sehingga rela dengan sepenuh hati apabila gurunya ingin menjual ataupun memerdekakannya karena sungguh ilmu itu mahal, lebih mahal jika dibandingkan hanya dengan kepingan emas. Tentunya penuntut ilmu harus pintar pula memilih dengan siapa ia berguru, yang jelas sanad keilmuannya.
Dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’lim bahwa seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu dan juga memetik manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormati para ahli ilmu (ulama), menghormati guru serta memuliakannya. Disebutkan dalam kata mutiara :
مَاوَصَلَ مَنْ وَصَلَ إِلَا بِالْحُرْمَةِ. وَمَاسَقَطَ مَنْ سَقَطَ إِلَا بِتَرْكِ الْحُرْمَةِ
Tiada keberhasilan seseorang dalam mencapai sesuatu kecuali dengan menghormatinya, dan tiada kegagalannya selain karena tidak mau menghormatinya.
Takdim kepada kyai bukan berarti mendewakan seseorang, naudzubillahimindzalik. Rasa takdim adalah realisasi dari rasa terimakasih kepada seorang kyai, yang mana diincar ridho serta do’a nya. Jika ridho nya sudah didapatkan, maka barokah tersebut bisa dengan mudah untuk diperoleh.
“Sepandai apapun seseorang tetap membutuhkan guru untuk membimbingnya. Jangan beranggapan jika sudah bergelar kyai atau ustadz lantas tidak butuh lagi seorang guru. Siapa yang hanya mengandalkan ilmu tanpa bimbingan seorang guru, bisa jadi ilmunya justru menyesatkannya”. Tutur Habib Taufiq Assegaf.
Bertambahnya ilmu maka bertambahlah rasa takdim kepada kyai dan tidak seharusnya rasa angkuh tertanam dalam diri seorang yang berilmu. Maka insyaa allah keberkahan ilmu itu mudah diraihnya. / Yoan Rizki Saputra, (Mahasiswa UIN SMH Banten).