Melaksanakan Penelitian Adat Setempat

KABARPANDEGLANG.COM – Pada masyarakat Jawa, upacara peralihan dilaksanakan dalam insiden kelahiran, perkawinan dan kematian. Tahap yang satu dengan tahap yang lain dinamakan dengan tahap peralihan. Pada tahap peralihan ini disebut dengan masa krisis.

Upacara mitoni timbul disebabkan oleh kelompok keagamaan yang berada di dalam kraton dan masyarakat pada umumnya selalu melestarikan religi antara lain upacara daur hidup sehingga upacara-upacara daur hidup sampai kini masih dilaksanakan. Penyelenggaraan rangkaian upacara mitoni dimaksudkan biar embrio yang ada di dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.

Ketika seorang wanita hamil untuk pertama kalinya, pada bulan ketujuh kehamilannya diadakan ritual Mitoni. Mitoni berasal dari kata pitu artinya tujuh. Ritual mitoni diadakan dengan maksud untuk memohon berkah Gusti, Tuhan, untuk keselamatan calon orang renta dan anaknya. Bayi lahir pada masanya dengan sehat ,selamat, demikian pula ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diperlukan seluruh keluarga hidup bahagia.

Tujuan kegiatan Upacara adat Mitoni :

Upacara mitoni dimaksudkan supaya calon bayi yang ada di dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan. Upacara mitoni terdiri dari acara siraman, teropong, brojolan dan angreman.

1. Acara Siraman

Upacara adat mitoni diawali dengan acara siraman. Siraman dari kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni ialah pemandian untuk sesuci lahir batin bagi calon ibu/orang renta beserta bayi dalam kandungan.

Tempat siraman berupa kolam/kawasan air yang telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan kantil. Dipagi hari atau sore hari yang cerah, ada terdengar alunan suara gamelan yang semarak, mengiringi pelaksaan siraman.

Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek, kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya cucu. Sesuai kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil perlambang positifnya, adalah tujuh, bahasa Jawanya pitu, biar memberi pitulungan, sumbangan.

Sesudah tamat dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari sebuah kendi hingga airnya habis. Setelah upacara siraman simpulan, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, sehabis air dalam kendi habis, kendi dipecah. Dilihat bagaimana pecahnya.

Kalau paruh atau corot kendi tidak pecah, hadirin ramai-ramai berteriak : Lanang! Artinya bayi yang akan lahir laki-laki. Apabila pecah, yang akan lahir wadon, wanita

a. Pemimpin kegiatan budbahasa:

Upacara mitoni biasanya dipimpin oleh dukun beranak

b. Peserta acara budbahasa:

  • Calon ibu
  • Kakek dan Nenek
  • Ibu-ibu/sesepuh yang akan ikut memandikan
  • Tamu usul

c. Pakaian khusus yang dikenakan pada saat melakukan acara etika:

  • Calon ibu dengan berpakaian kain putih yang mudah, tanpa mengenakan asesoris mirip gelang, kalung, subang dsb, datang ketempat siraman dengan diiringi oleh beberapa ibu.
  • Calon nenek dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan. Mereka semua berpakaian tradisional Jawa.
Baca Juga :  Perbedaan Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan

d. Bahan dan alat yang diperlukan

Alat dan bahan pada program siraman :

  • Air dari tujuh sumber yang dicampur dengan bunga sritaaman yang terdiri dari mawar, melati, kenanga, dan kanthil.
  • Bak mandi atau daerah air/bokor untuk wadah air siraman.
  • Gamelan sebagai pengiring acara siraman.
  • Tempat duduk untuk Kakek dan Nenek, serta tamu seruan lainnya.
  • Tikar sebagai bantalan program siraman.
  • Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)
  • Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.
  • Kendi dipergunakan untuk memandikan paling selesai.
  • Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan sesudah siraman
  • Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah akhir siraman.
  • Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik

2. Peluncuran tropong

Sesudah simpulan siraman dan pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari kayu diluncurkan kedalam kain yang memiliki tujuh warna. Ini perlambang kelahiran bayi dengan lancar dan selamat. Ada juga yang memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul impian biar bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.

3. Pendandanan Calon Ibu

Disebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan, beberapa ibu dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu. Sang calon ibu berganti pakaian sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih.

Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan yaitu suci, dan menerima berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah “pantas apa belum”, hingga ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas.” Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab “pantes.”

Beberapa kain yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut :Sidoluhur, Sidomukti, Truntum , Wahyu Tumurun, Udan Riris, Sido Asih, Lasem sebagai Kain, dan Dringin sebagai Kemben

Makna kain yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni memiliki beberapa pilihan motif yang semuanya mampu dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut,

  • Wahyu Tumurun. Maknanya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan santunan dari Nya
  • Sido Asih. Maknanya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih
  • Sidomukti. Maknanya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani alasannya kewibawaannya.
  • Truntum. Maknanya agar keluhuran kecerdikan orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
  • Sidoluhur. Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.
  • Parangkusumo. Maknanya biar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan mempunyai ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan mampu mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang bau tanah serta mengharumkan nama baik keluarga.
  • Semen romo. Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.
  • Udan riris. Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.
  • Cakar ayam. Maknanya biar anak berakal mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur mampu kaya dan berlebihan.
  • Grompol. Maknanya biar keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai balasan ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).
  • Lasem. Bermotif garis vertikal, bermakna supaya anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.
  • Dringin. Bermotif garis horisontal, bermakna agar anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan memiliki kegunaan antar sesama.
Baca Juga :  Nilai Persatuan Sultan Hamengkubuwono I

Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala sikap calon ibu senantiasa dilambari dengan hati higienis.Jika suatu ketika keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan aneka macam kemudahan atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap higienis tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.

4. Pemutusan Lawe atau Janur Kuning

Kain yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan memakai sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit.

Ini perlambang bahwa semua kesulitan yang dihadapi keluarga, akan diatasi oleh sang ayah Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang, membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan selamat, bagi bayi dan ibu.

5. Brojolan

Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain yang digunakan calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat. Kedua buah kelapa gading itu diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang ilahi dewi yang anggun, anggun rupanya dan baik hatinya.

Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang renta juga bersikap demikian , demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.

Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan menggunakan golok. Kalau kelapa itu pecah jadi dua, hadirin berseru : Wadon, wanita. Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar, hadirin berteriak riang : Lanang, lelaki. Kelapa yang satunya, yang masih utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek , ditaruh ditempat tidur calon orang bau tanah.

5. Angreman

Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua duduk diatas tumpukan kain yang tadi digunakan, seolah mengerami telur, menunggu waktu sampai bayinya lahir dengan sehat selamat. Mereka mengambil beberapa macam kuliner dari sesaji dan ditaruh disebuah cobek. Mereka makan bersama sampai habis. Cobek itu menggambarkan ari-ari bayi.

Baca Juga :  Skala Pada Peta Dan Denah

Kelapa dan tumpukan kain-kain itu berada diatas kawasan tidur kedua calon orang tua. Ini merupakan latihan kesabaran bagi keduanya sewaktu menjaga dan merawat bayi. Dipagi harinya, calon ayah memecah kelapa tersebut.

6. Sesaji

Sesaji sangat penting didalam setiap upacara tradisonal. Sebenarnya maksud dan tujuan sesaji yaitu seperti sebuah doa. Kalau doa diucapkan dengan kata-kata, sedangkan sesaji diungkapkan melalui sesaji yang berupa berbagai bunga, dedaunan dan hasil bumi yang lain. Tujuan sesaji adalah untuk :

  • Mengagungkan asma Gusti, Tuhan dan merupakan permohonan lapang dada kepada Gusti biar menunjukkan berkah dan sumbangan.
  • Mengingat dan menghormati para pinisepuh, biar menerima kawasan tentram dialam keabadian.
  • Supaya upacara berjalan lancar dan sukses, tidak diganggu oleh apapun, termasuk orang-orang dan mahluk-mahluk halus jahat.
 upacara peralihan dilaksanakan dalam peristiwa kelahiran Melakukan Penelitian Adat Setempat

Sesaji untuk mitoni terdiri dari :

  • Seekor ayam hebat yang sehat, hidup, melambangkan keluarga akan hidup baik ditengah masyarakat.
  • Tujuh macam nasi tumpeng, antara lain : Tumpeng megana ( dengan sayuran mengelilingi nasi) , artinya menumbuhkan kehidupan. Tumpeng robyong, melambangkan keselamatan dan dicintai semua orang. Tumpeng urubung damar, sinar lampu, sinar kehidupan yang berkhasiat dan berwibawa. Tumpeng gundul
  • Tujuh macam sambal, artinya hidup menjadi semangat, aktif dan kreatif.
  • Sambal rujak, biar segar, cerah hidupnya.
  • Dlingo-blenge, untuk menghindarkan dampak roh-roh jahat
  • Kue-kudapan manis anggun terbuat dari kacang. Artinya hidup ini cantik.
  • Lauk pauk dari sayuran, artinya belum dewasa menjadi sehat.
  • Tujuh buah ketupat diisi abon, artinya sudah ada jalan buat keluarnya bayi, tinggal tunggu saatnya.
  • Telur kura-kura ditaruh diatas tumpeng
  • Penganan srabi dan klepon.
  • Bubur merah putih, berarti selalu ingat dan hormat kepada orang tua dan pinisepuh.
  • Berbagai macam buah-buahan, untuk kesehatan dan kebugaran.
  • Berbagai macam nasi mirip : nasi gurih, nasi punar, nasi kebuli dan lain-lain.
  • Boneka laki-laki dan boneka perempuan. Maksudnya yang lahir pria atau wanita sama saja.

7. Jualan rujak dan dawet

Keseluruhan upacara mitoni, diakhiri oleh kedua calon orang bau tanah yang berbahagia dengan berjualan rujak dan dawet. Alat pembayarannya yaitu kreweng, bagian genteng. Rujak menggambarkan kehidupan yang antusias. Dawet yang dijual namanya dawet plencing. Dawet itu minuman sehat, plencing artinya pergi tanpa pamit, Jadi dawet plencing dilambangkan kehidupan yang sehat dan selamat.

Hari pelaksanaan siraman biasanya diadakan pada hari Setu Wage, Sabtu Wage. Makna abreviasi dari Setu Wage ialah Tu artinya metu, keluar dan Ge artinya gage, cepat-cepat.Makara maksudnya, pada waktu kelahiran bayi, si bayi biar cepat keluar, sehat dan selamat.

Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!!