Imbas Kebijakan Pemerintah Kolonial

KABARPANDEGLANG.COM – Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia di atas menandai kurun penjajahan bangsa Indonesia. Satu demi satu daerah di Indonesia dikuasai bangsa gila. Penjajahan telah mengakibatkan penderitaan bangsa Indonesia. Pada awal kedatangan bangsa-bangsa Barat, rakyat Indonesia menerima dengan baik. Rakyat di banyak sekali kawasan memandang perdagangan merupakan hubungan baik kepada siapapun. Hubungan perdagangan tersebut lalu berkembang menjadi korelasi penguasaan atau penjajahan.

VOC merupakan tubuh/kongsi perdagangan Belanda yang bangun semenjak tahun 1602, VOC kepanjangan dari Oost Vereenigde Indische Compagnie. VOC merupakan sebuah komplotan tubuh dagang istimewa alasannya didukung oleh negara (Belanda) dan diberi kemudahan-akomodasi sendiri yang istimewa. Dengan hak-hak istimewanya tersebut jadinya VOC bukan hanya menguasai tempat perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan.

Dalam upaya memperlancar kegiatan organisasi, VOC pada tahun 1610 menetapkan untuk membentuk jabatan Gubernur Jendral yang pada waktu itu berkedudukan di Maluku. Pieter Both sebagai orang pertama yang menduduki posisi itu. Selain VOC dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal, VOC mempunyai beberapa hak octroi (hak istimewa) antara lain :
  • Hak melakukan monopoli perdagangan
  • Membentuk tentara sendiri, mengangkat pegawai, dan membentuk pengadilan.
  • Melakukan perjanjian politik dan ekonomi dengan kerajaan-kerajaan, serta melakukan perang-hening dengan bangsa/suatu kerajaan lain.
  • Hak mencetak mata uang sendiri

Monopoli dalam Perdagangan

Monopoli ialah penguasaan pasar yang dilakukan oleh satu atau sedikit perusahaan. Bagi pelaku perusahaan monopoli sangat menguntungkan sebab mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual.

Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk mengizinkan terjadinya monopoli dengan aneka macam cara. Salah satu caranya yaitu politik adu domba atau dikenal devide et impera. Belanda melibatkan diri dalam konflik yang terjadi di dalam kerajaan. Pada saat terjadi perang antar kerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Setelah pihak yang didukung Belanda menang, Belanda akan meminta balas jasa.

Baca Juga :  Ciri Ciri Bahasa Iklan Elektronika

Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau tempat. Dengan adanya monopoli rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC.

VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat Indonesia dengan harga yang sangat rendah, padahal apabila rakyat menjual kepada pedagang lain, harganya mampu jauh lebih tinggi.

Kebijakan-kebijakan VOC selama berkuasa di Indonesia semenjak tahun 1602 – 1799 antara lain  sebagai berikut :

  • Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
  • Melaksanakan politik devide et impera ( memecah dan menguasai ) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
  • Untuk memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang disebut Gubernur Jendral.
  • Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
  • Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di Jayakarta ( Batavia).
  • Melaksanakan pelayaran Hongi ( Hongi tochten ).
  • Adanya Hak Ekstirpasi, adalah hak untuk membinasakan flora rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
  • Adanya verplichte leverantien (penyerahan wajib) dan Prianger Stelsel (system Priangan )

Kerja Paksa

Pemerintah Belanda menginginkan laba sebanyak-banyaknya dari bumi Indonesia sehingga menerapkan kebijakan kerja paksa. Rakyat Indonesia waktu itu bekerja tanpa kemudahan yang memadai. Mereka tidak memperoleh penghasilan yang layak, tidak diperhatikan asupan makanannya, dan melaksanakan pekerjaan di luar batas-batas kemanusiaan.

Salah satu kegiatan kerja paksa adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Jalur tersebut memanjang lebih dari 1000 Km dari Cilegon (Banten), Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Pati, Surabaya, Probolinggo, hingga Panarukan (Jawa Timur). Anyer Panarukan dibangun 200 tahun yang kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda.

Baca Juga :  Modifikasi Karya Tari

bangsa Barat ke Indonesia di atas menandai era penjajahan bangsa Indonesia Pengaruh Kebijakan Pemerintah Kolonial

Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) sangat penting bagi Pemerintah Kolonial sebagai sarana transportasi pemerintahan dan mengangkut banyak sekali hasil bumi. Pembangunan jalan tersebut merupakan kebijakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda bernama Herman Willem Daendels yang berkuasa sejak tahun 1808-1811.

Belanda memandang penting pembangunan jalur Anyer-Panarukan, karena jalur tersebut merupakan penghubung kota-kota penting di pulau Jawa yang merupakan penghasil banyak sekali tumbuhan ekspor, dengan dibangunnya jalan tersebut maka proses distribusi barang dan jasa untuk kepentingan kolonial semakin cepat dan efisien.

Pengerahan penduduk untuk mengerjakan banyak sekali proyek Belanda inilah yang disebut rodi atau kerja paksa. Beberapa proyek Daendels antara lain sebagai berikut.

No. Nama Proyek Tempat Bentuk Kerja Paksa
1. Membangun pabrik senjata Semarang dan Surabaya Kerja rodi
2. Membangun benteng-benteng pertahanan Jatinegara, Jakarta Kerja rodi
3. Membangun pelabuhan Anyer dan Ujung Kulon Kerja rodi


Sistem Sewa Tanah Raffles

Inggris juga pernah menjajah Indonesia pada era tahun 1811-1816. Penguasa Inggris di Indonesia pada periode tersebut yaitu Letnan Gubernur Thomas Stanford Raffles. Salah satu kebijakan terkenal pada kurun Raffles yaitu sistem sewa tanah atau landrent-system atau Landelijk Stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut:

  • Petani harus menyewa tanah meskipun beliau ialah pemilik tanah tersebut.
  • Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
  • Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
  • Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Kekuasaan Inggris selama 5 tahun di Indonesia, juga menghadapi perlawanan rakyat Indonesia di berbagai kawasan. Sebagai pola ialah perlawanan besar rakyat Kesultanan Palembang pada tahun 1812. Inggris juga menghadapi perlawanan dari kerajaan besar di Jawa yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Namun sebelum kedua kerajaan melaksanakan penyerangan, Inggris berhasil meredam perjuangan perlawanan tersebut.

Baca Juga :  Produk Kerajinan Limbah Sisik Ikan

Tanam Paksa

Pada tahun 1830 Van den Bosch menerapkan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). Kebijakan ini diberlakukan sebab Belanda menghadapi kesulitan keuangan akhir perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830), dan Perang Belgia (1830-1831).

Praktik-praktik penekanan dan pemaksaann terhadap rakyat melalui tanam paksa tersebut antara lain yaitu :

  • Ketentuan bahwa tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat, kenyataanya selalu lebih bahkan hingga ½ bab dari tanah yang dimiliki rakyat.
  • Kelebihan hasil panen flora wajib tidak pernah dibayarkan.
  • Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
  • Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.

Penderitaan rakyat Indonesia balasan kebijakan tanam paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka akhir hayat rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi.

Penjajahan telah menjadikan penderitaan luar biasa rakyat Indonesia. Kemerdekaan ketika ini merupakan sebagian hasil penderitaan bangsa Indonesia kala lalu. Kerja paksa kala penjajahan telah menghasilkan bangunan jalan yang digunakan masyarakat sampai ketika ini. Bangsa Indonesia juga harus selalu kerja keras untuk mencapai keberhasilan pembangunan.

Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!!