Pandeglangnews.co.id, – PENOLAKAN mayat korban virus Corona atau yang disangka terinfeksi virus ini menawarkan dua hal, pertama tak pahamnya mereka yang menolak tentang virus tersebut dan kedua gagalnya rumah sakit mengetahui sensitivitas masyarakat. Dua hal ini harus segera diselesaikan, alasannya adalah, kalau tidak, penolakan atas mayit korban virus Covid-19 ini akan terus terjadi.
Kasus terakhir terjadi di Semarang, Kamis 9 April lalu. Warga menolak pemakaman perawat RS Kariadi, Semarang, Nuria Kurniasih, yang akan dimakamkan di TPU Sewakul, kawasan di mana sanak familinya dimakamkan. Penolakan warga membuat mayit Nuria, yang sudah dikemas sesuai protokol WHO wacana pemakaman korban Vocid-19 dibawa kembali kemudian di makamkan di kompleks pemakaman lain. Nuria terkena Corona ketika dia merawat pasien yang terinfeksi virus tersebut. Ia “pahlawan tanpa tanda jasa.”
Sebelumnya, penolakan juga terjadi di Makassar dan Gowa, Sulawesi Selatan. Ada empat mayat korban virus Corona ditolak pemakamannya oleh warga di daerah mereka yang menciptakan petugas kemudian memindahkan ke tempat pemakaman lain. Penolakan ini yang membuat Pemerintah Sulawesi Selatan lalu memutuskan Pekuburan Sudiang, Makassar, sebagai tempat pemakaman korban –atau yang diduga- Covid-19.
Bukan ini saja warga melaksanakan penolakan pemakaman mayat di wilayah mereka dengan argumentasi tertentu. Beberapa tahun silam, saat terorisme kerap terjadi di negeri ini, banyak mayit mereka yang disangka teroris -“disangka” alasannya belum dibuktikan di pengadilan- ditolak dikuburkan di kampung halaman mereka sendiri. Penolakan ini pasti memiliki argumentasi berlawanan dengan penolakan korban virus Corona. Tapi esensinya sama: mereka merasa wilayah mereka “terkontaminasi,” “tercemari” dengan adanya jenazah tersebut.
Sikap seperti ini terang jauh dari rasional. Dari segi agama, bahkan menjadi peran dan tanggung jawab orang yang hiduplah mengubur jenazah orang meninggal sebaik-baiknya. Orang meninggal telah selesai “tugasnya” di tampang bumi dan tinggal yang hidup mengambil pesan tersirat dari insiden yang menimpa yang meninggal. Memusuhi orang yang meninggal –dari segi apa pun- tindakan tak masuk akal. Dan agama mengajarkan kita semua untuk memakai akal yang diberikan Sang Mahapencipta sebaik mungkin.
Di sini pula pegawanegeri harus mesti tegas bila ada provokator yang justru memanas-manasi warga menolak jenazah tersebut.
Jenazah korban virus Corona terperinci melalui sejumlah tahap –protokol- yang dikelola ketat sehingga dengan demikian tak menulari semua orang. Jenazah tersebut selain sudah diberikan cairan chlorine dan disinfektan juga dibalut plastik khusus sehingga petugas pembawanya -yang secara protokol pemakaman harus memakai baju khusus pula – kondusif menenteng dan menguburkannya. Dengan cara ini semestinya masyarakat tak perlu gelisah kalau ada korban virus Corona di makamkan di daerah mereka.
Kuncinya jelas pada komunikasi dan ketegasan. Pertama, sebelum pemakaman, pihak rumah sakit semestinya memastikan dulu bagaimana kaitan jenazah dengan tempat beliau dimakamkan. Dalam beberapa perkara warga memiliki argumentasi menolak, karena “ia bukan warga kami, warga desa lain.” Ini yang mesti teratasi dulu. Jika secara administratif tak persoalan –atau karena ada keluarganya di desa itu yang bersedia “mengurusnya”- mestinya penolakan dengan alasan ini dihindari.
Kunci utama memang klarifikasi. Pihak rumah sakit sebaiknya bekerja sama dengan kepolisian bila ditengarai ada penolakan warga kepada jenazah korban virus Corona. Di sini keluarga korban, yang mampu jadi sudah menyaksikan gelagat itu, secepatnya melapor, sehingga pihak rumah sakit -yang melakukan pekerjaan sama dengan kepolisian- bisa melaksanakan pendekatan dan penjelasan terhadap warga bahwa tak ada yang perlu yang dikhawatirkan dengan pemakaman mayat korban virus Corona di tempat mereka.
Di sini pula pegawapemerintah mesti harus tegas jika ada provokator yang justru memanas-manasi warga menolak jenazah tersebut. Provokator seperti ini, apa pun sebab, mesti ditangkap. Pemuka masyarakat dan ulama mempunyai tugas penting untuk mengajak dan menerangkan warga agar tak menolak pemakaman seseorang korban Covid-19. Sikap-perilaku penolakan pemakaman mayit dengan alasan di luar nalar sehat harus diberantas.
Sumber : Tagar.id
(fidz.red)