Perkembangan Kerajaan Islam

Perkembangan Kerajaan Islam

KABARPANDEGLANG.COM – Islam masuk ke Nusantara melalui perdagangan,sosial dan pengajaran. Islam disebarkan ke Indonesia oleh para pedagang muslim dari Gujarat (India). Hal ini dapat dilihat dengan adanya bukti-bukti adanya kesamaan unsur-unsur Islam di Indonesia dan di India.

Dari bukti-bukti tersebut mampu disimpulkan bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia sekitar periode ke-7 Masehi yang mencapai perkembangannya pada masa ke-13. Hal itu ditandai dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Indonesia.

Proses penyebaran Agama Islam ada beberapa jalan, adalah melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, tasawuf, dan kesenian. Penyebaran Islam lewat kanal perdagangan terjadi pada tahap awal, ialah sejalan dengan kesibukan kemudian lintas perdagangan (antara era ke-7 sampai kala ke-16).

Banyaknya pedagang muslim yang bermukim di Indonesia, terbentuklah daerah-tempat pemukiman yang disebut Pekojan. Di antara pedagang muslim gila itu, ada pula yang menetap kemudian menikah dengan wanita pribumi.

Proses penyebaran Agama Islam melalui kesenian tampak dari bukti-bukti peninggalan sejarah, mirip gesekan, pintu gerbang, makam, tradisi sekaten, pertunjukan wayang, debus, tarian, dan sebagainya. Penyebaran Islam melalui seni wayang, sastra, debus, tarian, tradisi sekaten, ternyata lebih mempercepat proses penyebaran Agama Islam. Sampai kini proses islamisasi melalui saluran seni masih berlangsung.

Di Pulau Jawa dikenal adanya Wali Sembilan (Wali Songo) yang merupakan tokoh-tokoh ulama penyebar agama Islam. Wali Songo yakni andal agama yang, menguasai ilmu agama yang tinggi.

Kesembilan wali tersebut mempunyai gelar Sunan, adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati. Pemberian gelar itu didasarkan pada kawasan mereka dimakamkan, seperti Gunung Jati di Cirebon, Drajat di erat Tuban, Giri di Gresik, dan sebagainya.

Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia

1. Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai yakni kerajaan Islam pertama di Indonesia. Samudera Pasai terletak di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh.Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.

Baca Juga :  Kegiatan Literasi 5 Persami Pertama Dea

Bukti peninggalannya berupa bekas keraton, watu nisan, masjid, kesusastraan, makam raja Islam, seperti makam Sultan Malik al-Saleh. Diantara para pembesarnya terdapat orang-orang Persia (Iran). Bahkan, patihnya bergelar Amir.

2. Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah bangun di provinsi Aceh. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya yaitu Sultan Ali Mughayat Syah.

Masa kejayaan Kerajaan Aceh tercapai dalam pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Seni sastranya dalam kebudayaan masyarakat Aceh dipengaruhi oleh budaya agama Islam. Misalnya, Nuruddin ar-Raniri menulis buku Bustanus Salatin dan Hamzah Fansuri menulis Syair Perahu, Syair Burung Pingai, dan Asrar al Arifin.

3. Kerajaan Demak

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak yaitu kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1.500 hingga tahun 1.550. Raden Patah ialah putra dari Prabu Brawijaya.

Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yakni Pati Unus. Pati Unus populer sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah dia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang Lor.

Salah satu peninggalan bersejarah Kerajaan Demak yakni Mesjid Agung Demak, yang didirikan oleh Walisongo. Kebudayaan masyarakat Demak bercorak Islam yang terlihat dari banyaknya masjid, makam-makam, kitab suci Al-Qur’an, ukir-ukiran berlanggam (bercorak) Islam, dan sebagainya.

Sampai kini Demak dikenal sebagai sentra pendidikan dan penyebaran agama Islam di Jawa Tengah. Bahkan, dalam sejarah Indonesia, Demak dikenal sebagai pusat kawasan budaya Islam di Pulau Jawa.

4. Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram bangun pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yaitu di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Mataram ialah : Ki Ageng Pemanahan (1558-1584), Penembahan Senopati (1584-1601), Panembahan Seda Krapyak (1601-1677), Sultan Agung (1613-1645).

Baca Juga :  Peran Masyarakat Terhadap Lingkungan Sosial Budaya

Sebagai kerajaan Islam, hasil budaya masyarakat Kerajaan Mataram diwarnai oleh agama Islam. Salah satu hasil budaya Kerajaan Mataram adalah penanggalan (almanak) Jawa. Almanak Jawa ini merupakan hasil karya dari Sultan Agung.

Hasil budaya masyarakat Mataram Baru yang masih ada sekarang yakni adanya tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Cirebon yang dirayakan pada setiap perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Peninggalan Keraton di Yogyakarta dan di Surakarta yang hingga kini masih berjalan, ialah berupa kesultanan lengkap dengan kemudahan peninggalan zaman Mataram baru.

5. Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon yaitu sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat. Kesultanan Cirebon pernah dipimpin oleh Sunan Gunung Jati (1479-1568), Fatahillah (1568-1570), dan Panembahan Ratu I (1570-1649). Kesultanan Cirebon sebagai pusat agama Islam di Jawa Barat.

Islam masuk ke Nusantara melalui perdagangan Perkembangan Kerajaan Islam

Dalam periode ke-17 di keraton-keraton Cirebon berkembang kegiatan sastra, seperti suluk, kakain, dan naskah-naskah kuno lainnya. Demikian pula dalam bidang seni bangunan dan seni kaligrafi berkembang cukup baik.

Keraton dan masjid-masjid peninggalan Sunan Gunung Jati tetap dipertahankan sekalipun di bawah pengaruh kekuasaan Hindia Belanda. Bahkan hingga kini hasil budaya masyarakat Kesultanan Cirebon, mirip keraton, masjid, pondok pesantren, naskah-naskah kuno, tradisi Panjang jimat, dan lain-lain masih tetap dipelihara dengan baik.

6. Kesultanan Banten

Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah bangkit di Provinsi Banten. Beberapa penguasa Banten antara lain : Maulana Hasanuddin (1552 – 1570), Maulana Yusuf (1570 – 1585), Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), (1683 – 1687). Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai kurun kejayaan Banten

Kejayaan Kesultanan Banten pada masa lalu, mirip Masjid Agung Banten yang didirikan pada abad pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Bangunan lainnya yang menerangkan kemegahan Kesultanan Banten yang kedua yakni bekas Keraton Surosowan yang dikelilingi oleh tembok benteng tebal, luasnya 4 hektar, berbentuk empat persegi panjang Benteng tersebut sampai sekarang masih tegak bangkit.

Baca Juga :  Kelengkapan Busana Dan Properti Tari Merak

Dalam situs kepur bakalaan Banten ditemukan beberapa peninggalan Kesultanan Banten, antara lain Menara Masjid, Mesjid Pacinan Tinggi, Benteng Speelwijk, Meriam Ki Amuk, Watu Gilang, dan Pelabuhan bahtera Karangantu.

7. Kesultanan Gowa

Kerajaan Gowa terletak di kawasan Sulawesi Selatan. Kerajaan ini mempunyai raja yang paling populer bergelar Sultan Hasanuddin, yang dikala itu melaksanakan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC.

Hasil kebudayaan masyarakat Makasar dipengaruhi oleh lingkungannya yang dikelilingi lautan. Hasil budaya rakyat Makasar yang paling populer yaitu perahu bercadik, yang disebut Korakora. Ciri pertahanan dari kerajaan Makasar yaitu adanya benteng-benteng pertahanan.

Sampai sekarang di Makasar masih terdapat benteng-benteng pertahanan, ialah benteng Sombaopu dan View Rotterdam. Makara, aspek kehidupan budaya rakyat Makassar lebih bersifat agraris dan bahari.

8. Kerajaan Ternate dan Tidore

Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang bangun pada kala ke-13 dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore bangun di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja.

Pengaruh agama dan budaya Islam di Maluku (Ternate dan Tidore) belum meluas ke seluruh kawasan. Sebabnya, masih banyak rakyat Maluku yang mempertahankan keyakinan nenek moyangnya. Hal tersebut terbukti dari bekas peninggalan-peninggalannya, yakni masjid, buku-buku ihwal Islam, makam-makam yang berpolakan Islam yang ada di Maluku tidak begitu banyak jumlahnya. Dengan kata lain hasil-hasil kebudayaan rakyat Maluku merupakan campuran antara budaya Islam dan pra Islam.

Terima kasih telah membaca artikel di website kabarpandeglang.com, semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi kamu dan bisa dijadikan referensi. Artikel ini telah dimuat pada kategori pendididkan https://kabarpandeglang.com/topik/pendidikan/, Jangan lupa share ya jika artikelnya bermanfaat. Salam admin ganteng..!!